Dalam revisi PM No. 1 Tahun 2009 tertuang beberapa butir yang mengatur tata cara penyelenggara jasa pesan premium mengoperasikan usahanya. Selain itu, izin dalam mendaftarkan Content Provider (CP) juga akan semakin diperketat.
"Jika pada PM No. 1/2009 dinyatakan bahwa penyelenggara jasa pesan premium harus memiliki izin yang cukup dalam bentuk pendaftaran sebelum beroperasi, maka dalam RPM ini jauh lebih ketat, yaitu dengan beberapa tahapan," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto, Senin (26/11/2012).
Nantinya, bila salah satu akan CP akan meminta izin operasi, maka pemberian izin dilakukan melalui dua tahapan, yakni izin prinsip dan izin penyelenggaraan.
Permohonan izin diajukan kepada Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, untuk kemudian akan dievaluasi, dengan melampirkan akta pendirian badan hukum, NPWP), pengesahan pendirian badan hukum, profil badan hukum, rencana usaha (business plan), dan MoU (nota kesepahaman) antara Penyelenggara Jasa Penyediaan Konten dengan Penyelenggara Jaringan.
Setelah itu, berdasarkan hasil evaluasi dan jika dianggap memenuhi persyaratan dalam evaluasinya, akan diterbitkan izin prinsip dalam bentuk sertifikat izin prinsip.
Lalu selesai? Ternyata belum. Karena, setelah izin prinsip, akan diterbitkan izin penyelenggaraan jasa penyediaan konten, setelah pemilik izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi dan penyelenggara mengajukan permohonan izin penyelenggaraan.
Selain itu, bila dahulu CP hanya menyelenggarakan konten berdasarkan kerjasama dengan operator. Maka di aturan baru ini ada dua cara penyelenggara jasa premium bisa menyelenggarakan bisnisnya.
Pertama, penyelenggaraan jasa penyediaan konten dilakukan oleh penyelenggara jasa penyediaan konten yang merupakan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, yang terdiri atas badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan koperasi.
Kedua, penyelenggaraan jasa penyediaan konten dapat dilakukan juga oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan tetap lokal dengan mobilitas terbatas, instansi/lembaga pemerintah, perguruan tinggi/sekolah, dan atau komunitas yang berbadan hukum.
Di draft tersebut, definisi penyelenggaraan jasa penyediaan konten diartikan kegiatan usaha penyediaan konten yang penyelenggaraannya dilakukan melalui jaringan bergerak seluler atau jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas.
"Jika pada PM No. 1/2009 dinyatakan bahwa penyelenggara jasa pesan premium harus memiliki izin yang cukup dalam bentuk pendaftaran sebelum beroperasi, maka dalam RPM ini jauh lebih ketat, yaitu dengan beberapa tahapan," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto, Senin (26/11/2012).
Nantinya, bila salah satu akan CP akan meminta izin operasi, maka pemberian izin dilakukan melalui dua tahapan, yakni izin prinsip dan izin penyelenggaraan.
Permohonan izin diajukan kepada Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, untuk kemudian akan dievaluasi, dengan melampirkan akta pendirian badan hukum, NPWP), pengesahan pendirian badan hukum, profil badan hukum, rencana usaha (business plan), dan MoU (nota kesepahaman) antara Penyelenggara Jasa Penyediaan Konten dengan Penyelenggara Jaringan.
Setelah itu, berdasarkan hasil evaluasi dan jika dianggap memenuhi persyaratan dalam evaluasinya, akan diterbitkan izin prinsip dalam bentuk sertifikat izin prinsip.
Lalu selesai? Ternyata belum. Karena, setelah izin prinsip, akan diterbitkan izin penyelenggaraan jasa penyediaan konten, setelah pemilik izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi dan penyelenggara mengajukan permohonan izin penyelenggaraan.
Selain itu, bila dahulu CP hanya menyelenggarakan konten berdasarkan kerjasama dengan operator. Maka di aturan baru ini ada dua cara penyelenggara jasa premium bisa menyelenggarakan bisnisnya.
Pertama, penyelenggaraan jasa penyediaan konten dilakukan oleh penyelenggara jasa penyediaan konten yang merupakan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, yang terdiri atas badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan koperasi.
Kedua, penyelenggaraan jasa penyediaan konten dapat dilakukan juga oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan tetap lokal dengan mobilitas terbatas, instansi/lembaga pemerintah, perguruan tinggi/sekolah, dan atau komunitas yang berbadan hukum.
Di draft tersebut, definisi penyelenggaraan jasa penyediaan konten diartikan kegiatan usaha penyediaan konten yang penyelenggaraannya dilakukan melalui jaringan bergerak seluler atau jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas.
No comments:
Post a Comment